Antibiotik: zat yang melemahkan/menghancurkan bakteri.
Cawan petri: cawan bundar kecil yang digunakan oleh saintis untuk menumbuhkan bakteri.
Penisilin: obat yang mampu membunuh bakteri dan merupakan salah satu antibiotik yang pertama kali ditemukan.
Reseptor: molekul pada permukaan sel yang merespon molekul yang spesifik serta menerima sinyal kimia dari sel lain.
Resistansi: kemampuan untuk mempertahankan diri dari sesuatu; contohnya, kemampuan untuk melindungi diri dari parasit dengan cara membunuh atau membatasi pertumbuhan parasit.
Pernahkah kamu mengambil sepotong roti dari rak dan melihat gumpalan hijau kebiruan yang lengket dan tumbuh di sekitar remahannya? Kata intuisimu, ambil saja gumpalan itu dengan dua jari dan buanglah ke tempat sampah. Intuisimu tidak salah.
Tapi nih, seandainya kamu orang Mesir Kuno, kamu tidak akan terburu-buru melakukan hal itu, terutama kalau ada temanmu atau kamu sendiri mengalami infeksi/luka yang parah. Beberapa saintis menemukan peradaban kuno di Mesir, Yunani, Cina, dan Romawi menggunakan beberapa hal yang cukup nyeleneh, seperti kapang dari roti dan kotoran tertentu untuk mengobati luka. Kok bisa?
Ya, pastinya karena mereka manjur! Di akhir tahun 1800, saintis modern mulai mengerti bagaimana tepatnya hal seperti kapang dan kotoran sangat manjur dalam mengobati infeksi. Salah satu petunjuk terpenting ada pada penemuan seorang saintis bernama Paul Ehrlich. Ketika pewarna tertentu diletakkan ke dalam cawan berisi bakteri, hanya beberapa bakteri yang ternodai. Artinya, mereka menyerap pewarna tersebut. Hal ini membuat Paul yakin, seandainya dia bisa membuat senyawa kimia yang dapat bekerja seperti pewarna sekaligus membunuh bakteri, maka senyawa ini akan sangat bermanfaat dalam mengobati penyakit. Paul pun memulai penelitiannya dengan memodifikasi obat yang biasanya digunakan untuk penyakit lain.
Di labnya, Paul memodifikasi molekul dengan beragam cara, lalu diujinya keampuhan molekul baru ini dalam membunuh bakteri pada kelinci. Dia mencoba 605 kombinasi senyawa kimia yang berbeda sebelum akhirnya menemukan satu yang dapat membunuh kuman yang menyebabkan penyakit sifilis. Obat ini dianggap sebagai antibiotik karena dapat mematikan/menghentikan pertumbuhan bakteri. Mungkinkah kapang pada roti dan kotoran yang digunakan oleh peradaban kuno mengandung antibiotik juga?
Awalnya hal ini mungkin terdengar gila, tapi kontaminasi yang tidak disengaja di lab oleh saintis lainnya yang bernama Alexander Fleming tak hanya membuktikan bahwa sebenarnya para dokter di peradaban kuno tahu apa yang mereka lakukan, tapi juga mengubah pendekatan para saintis dan dokter dalam menangani penyakit.
Alexander Fleming adalah seorang ahli biologi dari Skotlandia yang sangat tertarik dengan bakteri penyebab infeksi. Fleming melakukan wajib militer pada Perang Dunia I, dan saat itu dia menyaksikan lebih banyak tentara yang meninggal karena infeksi pada lukanya ketimbang karena lukanya saja. Setelah riset bertahun-tahun, dengan terus mencoba mencari zat yang dapat membunuh bakteri berbahaya, Fleming memutuskan untuk berlibur. Sebelum pergi, dia tak sengaja meninggalkan cawan petri berisi bakteri di udara terbuka pada meja lab nya.
Ketika Fleming kembali dari liburannya, ia menemukan kapang hijau kebiruan (seperti warna kapang pada roti) tumbuh dalam salah satu cawan petrinya. Dia juga menyadari bagaimana bakteri yang telah tumbuh dalam cawan petri itu tidak mau berada di dekat si kapang. Setelah mengamati dua hal ini, ada yang mengatakan bahwa Fleming sempat berujar, “Lucu juga ya,” sebelum akhirnya mengambil kapang itu sebagai sampel dalam rangka menyelidiki alasan dibalik keengganan beberapa bakteri untuk tumbuh di sekitar kapang. Fleming pun menemukan bahwa kapang itu merupakan spesies Penicillum notatum, dan ia memproduksi suatu zat yang dapat menghancurkan berbagai macam bakteri jahat. Zat ini lah yang kemudian ia namakan penisilin dan menjadi antibiotik pertama yang diproduksi dalam organisme hidup serta berhasil diekstraksi dan dideskripsikan oleh seorang saintis.
Alexander Fleming telah menemukan suatu antibiotik yang akan mengubah dunia pengobatan selamanya. Namun, para ahli kimia setelah Fleming membutuhkan waktu selama sepuluh tahun untuk mengekstraksi penisilin dalam jumlah banyak supaya efeknya ampuh dalam mengatasi infeksi. Untungnya, penisilin sendiri bisa diproduksi dalam skala besar tepat di saat Amerika memasuki Perang Dunia II, sehingga berhasil menyelamatkan ribuan nyawa.
Meskipun penisilin masih digunakan sebagai pengobatan di masa kini, ia tidak se-efektif seperti di pertengahan tahun 1900, karena sekarang banyak spesies bakteri yang semakin resistan terhadap penisilin. Faktanya, spesies bakteri yang resistan terhadap berbagai macam antibiotik semakin banyak jumlahnya. Ini tentunya fenomena yang yang sangat mengkhawatirkan bagi pasien maupun dokter.
Untuk memahami konsep resistansi, coba bayangkan skenario ini: anggaplah kamu tak sengaja melukai lututmu dan beberapa hari kemudian lututmu terlihat bengkak, kemerahan, dan gatal, tapi juga sakit. Sahabatmu pun mengusulkan untuk pergi ke dokter, dan kamu mengikuti sarannya. Pak Dokter mengecek lututmu, lalu memberimu botol jingga yang berisi antibiotik untuk menghentikan proses infeksi.
Oke, sekarang coba bayangkan seandainya kamu adalah sebuah bakterium. Suatu hari kamu lagi nongkrong di bangku taman dengan beberapa sobat bakterimu. Tiba-tiba, seseorang menaruh tangan mereka tepat di atasmu. Tanpa mereka ketahui, mereka mengangkatmu dan kemudian menggaruk lutut mereka tepat di samping luka yang segar. Makanan!! Kamu pun berombongan segera menuju sumber luka itu dan menggandakan diri hingga berkali lipat. Sesaat setelah itu, suatu antibiotik yang sangat kuat memusnahkan semua sobatmu satu-persatu. Untungnya, kamu memiliki gen yang dapat menghancurkan antibiotik itu tadi. Di saat bakteri yang lainnya sekarat, kamu nya selamat. Kamu menang deh! Karena kamu satu-satunya bakteri yang tersisa, hanya kamu lah yang bisa memperbanyak diri. Semua keluargamu yang selanjutnya pastinya akan memiliki gen penghancur antibiotik yang sama sepertimu, dan sekarang luka itu malah jadi terinfeksi dengan strain bakteri yang resistan terhadap antibiotik.
Jadi, botol jingga berisi antibiotik itu pun kali ini takkan bekerja lagi. Si dokter harus memikirkan rencana yang lebih matang agar dapat mengalahkan infeksi yang baru ini.
Ringkasnya, resistansi antibiotik terjadi ketika beberapa bakteri memperoleh gen yang memungkinkan mereka untuk bertahan dari serangan antibiotik yang seharusnya membunuh mereka. Gen-gen baru dapat berkembang pada bakteri melalui mutasi, atau gen ini bisa ditransfer dari satu bakteri ke bakteri lainnya melalui suatu proses yang dinamakan transfer gen horizontal. Ketika sekelompok bakteri menggandakan diri dan menyebar, mereka akan menimbulkan masalah besar, karena banyak orang akan menjadi sakit. Ketika menangani suatu infeksi resistansi terhadap antibiotik, para dokter pun harus menggunakan antibiotik yang berbeda. Terkadang pilihan antibiotik alternatif tak mampu bekerja dengan baik, atau malah memberikan efek samping yang buruk.
Antibiotik vs Bakteri: Suatu Pertempuran Evolusioner disponsori oleh Center for Evolution and Medicine, ASU. Belajar lebih lanjut tentang obat-obatan evolusioner di isemph.org/EvMedEd.
Tyler Quigley. (2019, December 26). Antibiotik vs Bakteri: Sebuah Pertempuran Evolusioner, (Nabilah Safira, Trans.). ASU - Ask A Biologist. Retrieved November 12, 2024 from https://askabiologist.asu.edu/indonesian/antibiotik-bakteri
Tyler Quigley. "Antibiotik vs Bakteri: Sebuah Pertempuran Evolusioner", Translated by Nabilah Safira. ASU - Ask A Biologist. 26 December, 2019. https://askabiologist.asu.edu/indonesian/antibiotik-bakteri
Tyler Quigley. "Antibiotik vs Bakteri: Sebuah Pertempuran Evolusioner", Trans. Nabilah Safira. ASU - Ask A Biologist. 26 Dec 2019. ASU - Ask A Biologist, Web. 12 Nov 2024. https://askabiologist.asu.edu/indonesian/antibiotik-bakteri
MRSA (Staphylococcus aureus yang resistan terhadap methicillin) adalah suatu bakteri resistan yang menginfeksi kurang lebih 100,000 orang per tahun di Amerika Serikat sendiri.
By volunteering, or simply sending us feedback on the site. Scientists, teachers, writers, illustrators, and translators are all important to the program. If you are interested in helping with the website we have a Volunteers page to get the process started.